Selamat Jalan Opa...

Desember 30, 2014 0 Comments A+ a-

Nama         : Rustam Mauthy
TTL           : Padang, 13 Januari 1934
Meninggal : Jakarta, 15 Desember 2014
Prestasi      :  Pembawa Telegram Perebutan Irian Barat dari PBB ke Soekarno, Kanwil DEPKEU



Opa Rustam adalah Papa dari Mama. Beliau berdarah Minang sama seperti Almarhum Istrinya terdahulu, Syamsinar. sehingga darah Minang sangat melekat di darahku. Aku adalah Cucu pertama beliau, jadi aku sangat bersyukur, karena dii antara cucu cucu yang lain aku memiliki waktu dan kenangan lebih banyak bersama beliau. mengingat aku adalah cucu pertama, pastinya aku sering di bawa pergi oleh beliau walau hanya sekedar jalan jalan sore.

Beliau Adalah ipar dari Wakil Presiden ke 3, Adam Malik dari pihak istri, Nelly Adam Malik. Nelly Adam Malik adalah Kakak dari Oma Syamsinar, yang mana Mama dari Mamaku. Meskipun Beliau hanya tamat SMA, tapi Bung Adam Malik (begitu kami sekeluarga memanggilnya) selalu memberikan Motivasi kepada beliau kalau iya bisa jika mau berusaha dan bersikap arif dan bijaksana, karena mengingat Si Bung pun hanya seorang wartawan biasa, namun ia memiliki tekad tinggi sehingga ia bisa memperjuangkan rakyatnya sehingga bisa menjadi Wakil Presiden dan calon Sekjenn PBB (Sebelum di tarik Mantan Presiden Soeharto menjadi Wapres), Dan beliau mengikuti saran Si Bung, hingga pada akhirnya Opa bisa sukses hingga masa hidupnya.

Keteladanan beliau membuat kami hormat dan salut. dari cara bicara, bersikap, bahkan cara duduk dan berdiri pun membuat kita terpesona. yang paling aku ingat adalah ketika memarahi kami saat sahur, "Cuci muka dan rapikan rambut. Hormati makanan di depan kalian.", dan Opa menjunjung tinggi pendidikan, mau dari formal hingga informal. yang penting kita mendapatkan ilmu.

Opaku ini sebenarnya tidak pernah sakit keras. sekalinya sakit hanya pada saat beliau kecelakaan mobil saat palang kereta rusak, sehingga menyebabkan lutut kirinya bergeser. namun masih bisa berjalan dengan baik. hanya saja beberapa tahun ini mulai terasa sehingga agak susah untuk berjalan.

Semasa hidupnya Opa selalu menjaga makanan, kesehatan dan juga bentuk tubuhnya. Opa semasa muda adalah atlit nasional sepakbola untuk Semen Padang, lalu hijrah ke Jakarta dan menjadi atlit Bowling hingga ke mancanegara. karena kegiatan beliau itulah beliau senantiasa sehat.

Mungkin waktunya telah tiba, itulah yang terjadi pada Opa. Beliau masuk Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta Timur pada tanggal 7 Desember 2014. yang di rasakan beliau hanya lemes dan tidak nafsu makan. kemudian dokter menyatakan untuk opname karena butuh banyak cairan meskipun tidak ada sakit yang serius, namun Opa menolak karena ini bukan masalah serius baginya. tetapi Istri beliau membujuknya agar di rawat karena kita tidak tahu apa penyebabnya, dan berharap bisa menjadi lebih baik. akhirnya Opa menerima saran Istri beliau.

- Hari pertama dan kedua beliau di Rumah Sakit, beliau masih bisa ke kamar mandi sendiri, mandi, hingga makan.

- Hari Ketiga sudah sulit untuk turun ke kamar mandi, dan kami memutuskan untuk menggunakan popok. Siang itu juga aku langsung terbang dari Jogja ke Halim (karena lebih dekat ke Rumah Sakit, hanya sekitar 10 Menit) untuk menjenguk Opa, aku takut kecolongan seperti Oma dulu.

Aku sampai di Jakarta pukul 14: 15 dan langsung ke rumah sakit. Sesampai di sana aku cuma bisa lemas, dan sudah berpikiran ke mana mana. tapi aku selalu berpositif thinking kalau opa baik baik saja. aku mencoba menahan air mataku yang sudah mememberontak keluar. Tiba-tiba Opa bangun dari tidurnya dan menyadari kedatanganku. aku langsung di peluk olehnya, di cium, dan di peluk lagi. aku cuma bisa diam sambil tersenyum pahit. Opa menggenggam tanganku erat, meskipun sudah terasa lemas, tapi sangat terasa genggamannya seolah tidak mau melepaskanku. kami mengobrol, dan bercanda bersama. "Bagaimana kuliahmua? kapan selesainya?" pertanyaan itu sangat menggerus hatiku, karena aku sibuk dengan bisnisku jadinya aku lupa ngerjain skripsi :'( "Kamu harus janji sama Opa, 2015 kamu harus jadi sarjana" begitu kata beliau. Dengkulku langsung lemas dan hanya bisa mengangguk. "Tapi kalau Vicky jadi sarjana Opa harus ada ya, Vicky mau foto wisuda sama Opa." aku masih mempercayai kalau Opa akan baik baik saja. "Ya kalau Opa sehat." Jawabnya sambil tersenyum. Perbincangan kami disaksikan oleh Mamaku, Tanteku, Omku, Oma Sambungku, adikku dan para sepupu, sambil tertawa, sembari menghibur diri masing masing, meskipun aku tahu mereka juga pasti punya feeling akan kepergian Opa.

Opa di kala sakit
Opa tidak mau melepaskan tangannya ketika aku datang,
meski sedang tidur sekalipun

Malam harinya Papaku dan Omku yang lainnya datang sambil membawa makanan untuk kami. karena kami berada di kamar VIP, jadi untuk yang besuk dan yang menjaga tidak di batasi. kami memanfaatkan momen ini untuk berkumpul bersama. mengingat semenjak keluargaku pindah ke Jogja (saat ini hanya aku dan Mama yang di Jogja, karena Papa menjaga Adikku yang kuliah di Jakarta) jadi kami jarang berkumpul dan hanya berkomunikasi di Grup Socmed keluarga besar kami.

Makan bersama di Lantai, tua muda kumpul di lantai

- Hari Keempat, Opa menjalani CT Scan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada Opa. yang membuat kami bangga adalah, Opa selalu mengumpulkan tenaga ketika dokter dan suster datang. Ia mauu cepat sembuh dan pulang. setiap kali ada yang memanggil " Pak Rustaam.." Opa pasti terbangun, dan berusaha untuk bisa berbicara, berdialog, dan menutupi rasa sakitnya meskipun lidahnya sudah pendek (biasanya ini tanda tanda seseorang akan meninggal di kala sakit). terkadang kami suka iseng memanggil Opa, "Pak Rustaaam.." agar beliau bangun, dan menggoda beliau. tetapi sekali pernah Mamaku iseng menggoda untuk memanggil ayahnya itu, Opa justru terkaget kaget. kami jadi merasa bersalah.

Siang hari aku menyempatkan untuk Meeting dengan LAZADA Indonesia karena Tokoku adalah salah satu merchant dan supplier mereka. dan malam harinya aku tidak menginap di Rumah Sakit, karena saat pulang ke Rumah Sakit, aku kecemplung seperti genangan kotor seperti comberan di dekat Pasar Kramat Jati. alhasil aku harus pulang dan manadi sambil mencuci celana dan sepatuku tengah malam, karena baunya sangat tidak karuan.

- Hari kelima, Mata Opa sudah mulai tertutup karena banyak kotoran mata yang menempel akibat air mata Opa. Opa tidak seperti orang lain yang kesakitan menahan sakit dengan meraung raung, Opa hanya bisa meneteskan air mata beliau untuk menggungkapkan rasa sakitnya. karena beliau tahu, meraung raung tidak akan mengurangi rasa sakitnya. kami rajin membersihkan mata Opa agar bisa melek lagi. begitu juga wajah dan bibirnya mulai kering, jadi kami mengoleskan bibirnya dengan lip balm dan air, wajahnya kami oleskan baby Oil. Semasa hidupnya Opaku sering menggunakan kapsul Natur-E lalu di pecahkan, di ambil minyaknya lalu di usap ke wajahnya sebagai pelembab, alhasil wajahnya sellau kencang, jadi, ketika di oles baby oil, hanya sedikit keriput yang ada untuk ukuran 80an tahun. Opa sudah kesulitan menekuk kakinya karena terlalu lama tiduran, jadi otonya mengecil.

Hail CT Scan sudah keluar, hasilnya adalah Stroke Ringan dan asam urat tinggi. FYI, pada saat tes awal hasil ini tidak keluar, semuanya normal! Kami pun merasa aneh, jika Stroke ringan, Opaku masih bisa merasakan tubuhnya, tidak lumpuh. jadi kami berfikir, "Oh ini sudah saatnya".

- Hari Keenam, Aku harus pulang ke Jogja hari ini karena aku harus mengajar Aikido di Hari Sabtu. dan aku butuh istirahat juga mengingat beberapa hari hanya tidur 2-3jam karena menginap di rumah sakit mengurus Opa. selesai Jumatan aku di anter oleh om ku ke bandara. dan lucunya jadwal keberangkatanku dimajukan 30 menit lebih awal! baru saja kami pesan makan siang dan makananpun sampai di meja kami, tiba tiba ada pengumuman kalau pesawatku akan berangkat. alhasil aku dan om ku berlarian menuju pintu masuk dan langsung menuju gate. untungnya aku sudah check in pada saat menunggui omku sholat jumat dan untungnya lagi ini bukan Soekarno-Hatta yang Gatenya jauh bukan main.

- Hari Ketujuh, aku hanya memantau kesehatan Opa dari Grup. keluarga banyak yang datang, dan Opa masih dnegan kondisi yang sama.

- Hari kedelapan, aku memantau grup di sela sela kesibukanku. nafas Opa mulai terbatas, Para suster memasangkan alat bantu pernafasan. sedangkan sepupuku Febro mulai men Talqin kan Opa di Telinganya. Malam harinya, Eyang Kakung dan Eyang Putri dari pihak Papaku datang menjenguk besannya yang sedang sakit. Beliau juga heran, orang se sehat Opa, bisa seperti ini. ya jika Allah sudah berkehendak kita sudah tidak bisa menolak, hanya bisa berdoa.

Febro men Talqin kan Opa
Menyempatkan Foto bersama secara lengkap bersama
keempat anaknya
 - Hari Kesembilan dini hari, Semua yang menunggui Opa membacakan Yasin, dengan butiran air mata yang tak terhenti. pukul 02:55 nafas Opa mulai berkurang, mulai tersengal sengal, dan 02:57 kami menyadari nafas Opa sudah tidak ada. Menyadari Opa sudah tidak ada kami cuma bisa menangis sambil berpelukan. Belakangan Mama cerita hanya bisa duduk di pojokan sambil menerawang, karena Mama sendiri yang melihat detik detik kepergian Opa. Kemudian Mama memanggil suster dan dokter, dan memberikan waktu kematian resmi yaitu jam 03:10

Aku masih tidur terlelap tiba tiba terbangun dengan suara pembantuku untuk membangunkanku dan mengabari kalau Opa sudah tidak ada. aku hanya bisa diam, tertunduk lemas dan menangis. sedih karena kehilangan Opa tercinta yang membuatku bisa seperti saat ini, senang karena aku bisa bersama beliau di saat terakhir beliau meskipun cuma sebentar. Aku langsung memesan tiket jam 09:40, itu adalah flight paling pagi ke Halim, jam yang lebih pagi lainnya ke Soetta dan aku pikir bakal sama aja karena hari itu adalah hari Senin yang mana jalanan superrr duperrr macett. Akhirnya setelah delay 1 jam di dalam pesawat karena di Lanud Adisutjipto sedang mengadakan Ujian Terbang untuk Sekolah Terbang TNI, alhasil aku harus menunggu di dalam pesawat selama 1 jam lebih mengantri bersama pesawat yang lain. aku sudah mulai gelisah karena takut tidak bisa mencium Opa untuk terakhir kalinya gara gara delay. akhirnya jam 12 kurang landing, dan langsung di jemput ke Rumah Opa di Cibubur. Alhamdulillah kafan belum di tutup jadi aku masih bisa mencium Opa. Saat penutupan kafan terakhir, kami diijinkan mencium Opa untuk terakhir kalinya dan tidak di perbolehkan menangis. Aku berusaha untuk tidak menangis saat mencium Opa, aku puas puasin mencium Opa dari pipi kanan, kiri, kening, hidung hingga bibir. setelah itu aku menarik badanku dan saat itulah air mataku bergejolak keluar.. aku mulai menangis meraung raung. Papaku memelukku dengan erat sambil menghiburku untuk bisa kuat.

Opa meninggal seperti sedang tidur, bibirnyapun sedikit tersenyum
Kami di pusara Opa

Berhubung Opa orang penting, keluarga banyak, jadi kami harus segera menguburkannya karena pelayat semakin banyak yang datang. Opa dikebumikan di pemakaman umum Cibubur di dekat rumahnya. Awalnya ingin di kebumikan di Tanah Kusir bersama dengan Oma, hanya saja Blade / Kavling di sana sudah Full dan pastinya akan macet jika perjalanan ke sana pada saat jam makan siang. Pelayat datang ikut hingga ke penguburan. Febro mengumandangkan Adzan di lang lahat Opa dengan indahnya, kamipun larut dalam adzan tersebut dan meneteskan air mata. setelah kuburan Opa di urug, Pelayatpun berebut untuk memberikan doa, menaburkan bunga dan mengucapkan selamat jalan terakhir.

Selamat Jalan Opa tersayang, I will always loving you..

Dan tahun 2015 seperti permintaan terakhir Opa kepadaku, aku berjanji akan menjadi SARJANA !!